Minggu, 31 Maret 2013

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL

Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran (school of thought) berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu dipengaruhi oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada diri, holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan masyarakat. Terdapat gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Søren Kierkegaard. Dalil utama dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality), karena musia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.
 A. Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial 
1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2.Kebebasan tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3.Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.

B.Tujuan-tujuan Terapeutik
1.    Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
2.    Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihan
nya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.    Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.

C. Fungsi dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
  1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
  2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
  3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
  4. Berorientasi pada pertumbuhan
  5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
  6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
  7. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
    Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
  8. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
    Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  9. Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
    Kebebasan klien.

D.Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.


Sumber :
http://metamelinarani.blogspot.com/2012/04/humanistik-eksistensial.html
http://www.psychologymania.com/2011/09/psikologi-eksistensial.html
 


Ulfah Qadriani Dwiputri 
3PA02-18510319 
PSIKOTERAPI 
Universitas Gunadarma

Jumat, 22 Maret 2013

TERAPI PSIKOANALISA

Terapi psikoanalitik merupakan sumbangsih paling berharga dari seorang Sigmund Freud terhadap psikoterapi modern. Walaupun gagasan-gagasan mengenai teorinya lebih bersifat subjektif daripada ilmiah, tak menghalangi Freud untuk masuk ke dalam deretan tokoh paling berpengaruh dalam sejarah via Michael H. Hart. Ini membuktikan bahwa, dari ketidakilmiahan teorinya, masih ada sedikit kebenaran yang dapat diambil, setidaknya menjadi bahan renungan bagi kita yang hidup tak semasa dengannya.

Definisi 
Terapi psikoanalitik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalitik”. Secara eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-malah tingkah laku. Sedangkan “psikoanalitik” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.

Konsep-konsep Utama Terapi Psikoanalisis/Psikoanalisa
1. Struktur Kepribadian
-id
-ego
-superego
2. Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan Freud tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik dan reduksionistik.
3. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Konsep ketidaksadaran mimpi-mimpi merupakan representative simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat konflik, salah ucap atau lupa terhadap nama yang dikenal, sugesti pascahipnotik, bahan-bahan yang berasal dari tekhnik asosiasi bebas, bahan-bahan yang berasal dari tekhnik proyektif.
4. Kecemasan
Suatu keadaan yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu yang berfungsi untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya.

Tujuan
-Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien.
-Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.

Fungsi dan Peran Terapis
Terapis/analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis/analis.
Peran terapis:
  • membantu klien dalam mencapai kesadaran diri kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis,
  • membangun hubungan kerja dengan klien dengan banyak mendengar dan menafsirkan,
  • terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien,
  • mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentaengan pada cerita klin.
Metode yang digunakan dalam terapi psikoanalisa


1. Hipnotis
Awal kemunculan hipnotis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.

2. Asosiasi Bebas
Free Association, buku karangan Bollas (2002) yang kemudian dialihbahasakan  ke dalam bahasa Indonesia oleh Winarno (2003) menjadi ‘Asosiasi Bebas’ merupakan acuan utama dalam menjabarkan hal ihwal asosiasi bebasnya Freud. Dalam buku setebal seratus halaman tersebut, asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.


 


3. Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau  muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.

4. Transferensi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.

5. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.



Sumber :
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/21332/TERAPI+PSIKOANALISIS.doc
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik/

Sumber Gambar :
http://4jipurnomo.wordpress.com/psikoterapi/


Ulfah Qadriani Dwiputri
3PA02-18510319
Psikoterapi
Universitas Gunadarma